DIARY BIDAN MENCARI CINTA (5)

Bookmark and Share
by febrina ok

Puja menatap kosong lembar jawabannya. Suasana ujian menjadi sangat hening. Teguran keras bu karina telah mengunci mulut-mulut mungil seluruh mahasiswa, meski terkadang terdapat kasak kusuk di beberapa tempat.

“5 menit lagi.....” seru bu karina yang jaraknya hanya terpaut 1 meter saja dari puja. Paras cantiknya tertutup oleh matanya yang melotot tajam ke berbagai penjuru. Puja tidak mampu berbuat apa-apa...dihitungnya kancing bajunya. Jawaban mulai terisi.......kemudian tanpa membaca soal, puja melingkari seluruh jawaban. Dan senyumnya mekar tatkala jawabannya tuntas bersamaan dengan habisnya waktu. Segera puja mengumpulkan lembar jawabannya......

“Gimana, kamu bisa jawab tuh soal.....” tanya kandita setibanya di luar kelas..

“Susah banget....” timpal anne dari sisi kanan puja.

“Hanya Tuhanlah yang tahu.................” lirih puja lemah. Puja tidak yakin dengan jawabannya. Karena hampir seluruh jawabannya adalah hasil dari feelingnya, bukan pengetahuannya. Tentu saja dengan bantuan kancing baju seragamnya untuk menentukan keputusan pilihan jawaban.

“Maya mana...?” tanya kandita sambil mencari ke sekeliling mereka.
Seperti di komando puja dan anne menggeleng cepat.......

Sementara.................
Maya melangkah cepat menyusuri koridor asrama, gerakannya tangkas bahkan hampir setengah berlari. Maya menyambar gaun merah yang tergantung rapi di lemari pakaiannya dan menyimpannya di dalam sebuah tas. Sepatu dengan warna senada juga sudah terbungkus rapi, di bawah tempat tidurnya. Diambilnya bungkusan itu dan dijejalkan ke dalam tas kuliah berukuran sedang. Beberapa make up juga sudah sedari tadi berada di dalam tas merahnya itu.
Maya menambahkan riasan diwajahnya, sedikit jerawat tampak menghias kening wanita berambut panjang itu, buru-buru maya menyamarkan dan menimbunnya dengan alas bedak. Segera maya keluar dari kamarnya dan melindungi kepalanya dengan beberapa buah buku. Masih menggunakan seragam kuliah, baju putih bercampur biru muda. Jam ditangannya berdetak 10 kali...beberapa kelas terlihat konsentrasi dengan perkuliahannya...terbukti dari pintu ruangan yang ditutup rapat. Karena masih jam kuliah, maya dapat melenggang dengan mudah keluar dari asrama tanpa mengundang kecurigaan. Beberapa buku di tangan akan meyakinkan orang-orang yang berkompeten untuk melarangnya keluar, untuk tidak terlalu banyak tanya. Tapi meskipun ada yang mencoba menghalangi...Maya berkeras, tentu dengan alasan klasik “Mencari bahan untuk membuat tugas”, meski tujuan yang sering diucapkannya itu tidak pernah diwujudkan.

Maya tersenyum pada sebuah sosok manis yang muncul di balik jendela sebuah mobil yang hanya terpaut beberapa langkah saja. Secepatnya maya menghampiri dan masuk ke dalam mobil itu, senyumnya mengembang.

“Udah lama sayang...” tanya maya manja.

“Demi kamu...sampai besok juga aku rela.....” gombal pria itu, yang diketahui bernama dimas. Seorang mahasiswa jurusan ekonomi. Kulitnya sawo matang, ukiran senyumnya sungguh memikat. Ditambah lagi dengan barang-barang yang melekat di setiap aktifitasnya...seakan menjadi magnet untuk menarik wanita-wanita cantik berputar-putar disekelilingnya. Termasuk maya yang terkenal mencari cowok “apa adanya”, yang sering dipelintirkan menjadi “ada segala-galanya”. Sayangnya Dimas tidak terlalu serius kuliah, dengan fasilitas yang super lengkap, dan gaji bulanan sebagai mahasiswa yang melebihi gaji orang kantoran, membuat dimas tidak terlalu antusias menyelesaikan skripsinya. Meskipun sering mendapat ultimatum dari kedua orang tuanya.

“Kita makan dulu ya....” tukas maya. Maklum makanan di asrama sering tidak cocok di lidah perempuan bermata indah itu. Judulnya saja sayur tumisan tapi pada kenyataan layaknya rebusan. Dan maya sering tidak menggunakan haknya untuk makan di asrama. Dan kesempatan seperti ini merupakan momen yang tepat untuk memuaskan nafsunya makan di restoran mewah..

“what ever u say.....” senyum dimas. Tangannya menyentuh kuncir rambut maya. Matanya menatap maya dengan tatapan aneh. Mereka belum lama menjalin asmara, baru 1 bulan resminya. Tentu saja maya sudah bermain api dengan dimas sebelum maya putus dari diko. Dimas punya nilai plus di mata maya, dengan dimas maya nyaman terlindung dari sengatan matahari, wajahnya juga terbebas dari bahaya sinar ultraviolet. Sementara bersama diko, maya harus berpanas-panasan di jalanan dengan motor kebanggaannya, belum lagi harus duduk di jalanan karena motornya beberapa kali mogok.

Mobil melaju membelah sesaknya jalanan, menuju sebuah pusat perbelanjaan. Maya menentukan pizza hut sebagai menu makan siangnya. Untungnya dimas setuju, tapi tepatnya dimas memang selalu setuju dengan maya, tidak tahu apa yang membuat dimas seakan menjadi kerbau yang dicucuk hidungnya. Dimas memarkirkan mobilnya di sebuah parkiran yang tidak jauh dari lokasi pusat perbelanjaan.

Mereka menapaki tangga demi tangga mall itu, dimas merengkuh bahu maya erat. Dimas memesan pizza berukuran sedang serta minuman ringan. Sementara maya sibuk mengganti pakaiannya di toilet wanita. Maya sungkan membawa-bawa institusi profesinya yang terlihat dari seragamnya, yang bisa saja tercemar karena perilakunya. Ditambah lagi, bu Rasti...seorang dosen dan bidan senior di kampusnya sering menggaung-gaungkan “Bajumu ada lah harga diri profesimu, jadi kalau di bawa ke tempat-tempat yang tidak baik...maka orang akan menganggap profesimu tidak baik.....!!!”.

Maya menyemprotkan farfum Jlo di lehernya....dan di beberapa tempat sensitif yang bisa menimbulkan bau tidak sedap sebagai pamungkas dari rangkaian dandanannya. Dipandangnya sekali lagi wajahnya yang tampak lebih cerah dan cantik. Beberapa kali badannya di putar, untuk melihat dari segala sisi, mana tau ada yang terlihat tidak sempurna.

“Cantik banget...” puji dimas, tangannya menyentuh ujung hidung maya yang tersipu.

“Apaan sih.....” kilah maya seraya memainkan ujung rambutnya. Makan siang kali ini dibumbui dengan kata-kata mesra dan canda tawa, mereka bahkan duduk sangat dekat tanpa pembatas apapun. Apalagi lokasi tempat duduk mereka berada di pojok ruangan. Sudah 2 jam berlalu tapi seperti 10 menit rasanya..

“Sayang, ada baju yang baguss...banget!!! kemarin mama lihat....” rayu maya. Sebutan mama dan papa terdengar basi memang, tapi maya seakan nyaman dengan panggilan itu.

“Trus, mama mau...!” dimas memegang tangan maya erat. Ditelusurinya jari demi jari maya dengan lembut.

“iya dong sayang......”

Maya menggandeng tangan dimas memimpinnya memasuki sebuah butik cantik. Maya melihat baju-baju bermerk dengan koleksi terbarunya. Sebenarnya maya tidak pernah masuk ke butik ini, hanya saja ini sebuah alasan untuk dapat memuaskan hobbinya belanja baju-baju baru, dan dimas selalu dengan sukarela menghambur-hamburkan uangnya untuk maya. Beberapa buah baju dengan harga lumayan sudah menjadi haknya. Dan maya belum puas...perempuan bertubuh ideal itu masih menginginkan sepatu dan beberapa jepit rambut. Tentu saja semua barang itu segera menjadi miliknya. Dimas merengkuh pinggang maya, tangan jahilnya asyik memainkan setiap lekuk tubuh maya, dan anehnya maya membiarkannya.....aksi itu masih berlanjut sampai beberapa jam film romantis bermain-main di pelupuk mata mereka...

“Dimas, udah jam 7 malem.....mama harus balik ke kampus...” bujuk maya..

“belum jam 9 sayang, bukannya pengecekan dilakukan jam 9 malam....!” bantah dimas, mereka baru saja keluar dari gedung bioskop..

“Aduh...tapi, mama takut ntar ketauan pak satpam....” maya memelas...wajahnya sengaja dibentuk se sendu mungkin. Dan bisa dipastikan dimas tidak mampu menentangnya..

“Kamu pernah janji, mau aku ajak ke diskotik. Kapan dong.....” tagih dimas.

“Jangan sekarang ya...besok mama ada ujian....” maya berbohong. Sekarang yang paling penting adalah dapat meloloskan diri masuk ke dalam asrama sebelum bel berbunyi.
Maya mengganti gaunnya dengan seragam kuliahnya, rambutnya sengaja di acak-acak agar tampak lusuh. Seiko ditangannya menunjukkan pukul 7 lebih 15 menit. Mobil melaju dengan terseok-seok, kemacetan terjadi dimana-mana. Kebetulan lokasi kampus dan asrama maya tidak jauh dari pusat kota. Hanya saja untuk sampai ke lokasi itu, melewati daerah dengan lalu lintas padat. Maya membayangkan wajah anne yang pasti akan penuh tanda tanya, belum lagi puja dan kandita. Maya melambaikan tangannya ke arah mobil dimas tatkala pria itu meletakkannya tepat di sebuah warung kecil, beberapa meter dari kampusnya. Maya menitipkan tasnya pada pak herman, pemilik warung....untuk diambil keesokan harinya. Wanita itu hanya menyisakan beberapa buah buku beserta fotocopian yang memang sudah dipersiapkan sejak sebelum keberangkatannya.

Maya melenggang santai memasuki pintu gerbang kampus sekaligus asramanya..ada pak Udin yang mencegah langkahnya masuk ke dalam kampus.

“Darimana maya....?” tanya pak udin. Gerakannya sigap menghampiri maya.

“Dari luar pak, fotokopi....” maya menunjukkan buku dan beberapa lembar fotokopiannya. Maya juga menyodorkan 3 buah coklat mahal yang di belinya di warung pak herman. Dan pak udin menyambutnya dengan sukacita, maya bebas......!!!

Di ruang ibu asrama belum terlalu banyak orang berkumpul, masih ada waktu 20 menit lagi sebelum bel pemeriksaan malam di bunyikan. Maya menyusup di antara kerumunan mahasiswa yang akan berangkat dinas, matanya menatap lurus ke depan, sengaja bahasa tubuhnya dibuat se santai mungkin, untuk menghindari kecurigaan terutama ibu asrama yang tampaknya tidak beredar bebas malam ini.

Maya berjalan cepat menuju kamar ke-tiga, langkahnya terburu tatkala mendapati daun pintu kamarnya yang sedikit terbuka. Maya memejamkan matanya, ia menghirup udara dalam-dalam seakan baru menderita asfiksia berat....

“dari mana may.......” sebuah suara mengagetkannya. Maya membuka matanya dan tampak anne, puja dan kandita sudah berada tepat di depannya. Maya gugup..

“ehm...tadi ada acara kecil-kecilan di rumah eva, temen SMA ku.....” maya mencoba menjawab se ringan mungkin. Tangannya meraih ikat rambut baru yang ada di saku bajunya. Maya menarik rambutnya tinggi dan mulai mengikatnya sembarangan, tapi tampak seksi.

“acara atau acara..........” puja tersenyum tipis, matanya mencoba memberi pengaruh kepada 2 sahabatnya itu...

“Beneran.......acara ultah!” bohong maya. Langkahnya menuju ke arah lemari pakaiannya, maya tidak sanggup menatap mata ke tiga sahabatnya itu, takut kalau kebohongannya terbongkar....

“ehm....acaranya seru ya” tanya anne.

“seru banget!!!” jawab maya cepat. Tangannya pura-pura mencari sesuatu, meski ia tidak yakin apa...

“Pantes aja leher kamu sampai merah-merah begitu.....” beber kandita...

Maya melihat beberapa bercak merah bekas gigitan tampak jelas di beberapa bagian lehernya, maya spontan menutupnya dengan ujung kerah baju seragamnya...

“digigit nyamuk, soalnya lokasinya di out door....” jawab maya..

“Nyamuk or manusia??????” timpal puja. Maya berbalik, matanya menatap tajam ke arah puja, ada amarah yang meluap disana.....

Bersambung..



{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar