bid f.ok
“Kamu pikir aku perempuan apa......!!” suara maya parau. Sinar kemarahan tampak menyala-nyala dari bola matanya. Maya merasa ruang sensitif pribadinya terkoyak.
“Trus kenapa harus marah may...!!Santai sajalah...” puja tersenyum sinis, matanya menantang maya.
“udah....ssttttt.......” desis anne. Jari telunjuk kanannya menempel di bibir mungilnya. Anne mencium aroma kemarahan yang nyata di antara mereka. Terutama maya...wajahnya bersemu merah, dan tangannya mengepal.
“Kamu menuduh aku....” tuntut maya, bibirnya bergetar.
“Aku cuma tanya...bukan menuduh....!!” bela puja. Kandita mendelik ke arah puja, memaksa puja mengalah. Tapi puja sudah terlalu sering mengalah untuk maya. Kesabarannya juga ada batasnya.
“Bilang saja kamu iri sama aku.......” senyum tipis menghiasi bibir maya.
“Apa hubungannya...!!” sambar puja.
“jelas kamu iri karena kamu tidak pernah punya pacar...” cibir maya.
“nggak nyambung.........!!” tukas puja.
“Tapi itu kenyataannya kan....” maya tertawa puas. Maya memang tidak pernah mau mengerti kalau kata-kata yang sering dia ucapkan sering menyakiti orang lain, dan semua harus maklum karena maya. Maya yang tiba-tiba bisa pingsan karena kelelahan. Maya yang tidak terbiasa dengan kotoran... maya yang manja...
“Hahh...dari pada kamu........” puja menghentikan ucapannya. Matanya berkilat-kilat.
“Apa.....!!!” desak maya.
“Heyyyy.......udah may!!” anne mengapit maya yang mulai mendekati puja.
Sementara kandita menarik puja ke luar dari kamar.
“Apa....aaaaaaaa......!!!!” Teriak maya...yang berontak ingin mengejar puja. Tapi tertahan karena tangan anne lebih kuat mencekal pergelangan maya.
Dan bel malam berbunyi....................
Puja membawa beberapa buah buku di tangannya. Posisinya sebagai komisaris tingkat bulan ini memaksanya untuk lebih aktif di kelas. Bukan keinginannya menjadi komting, karena ia merasa jabatan itu hanya pelimpahan tugas tanpa fasillitas. Seperti hari ini, seorang dosen menugaskannya untuk meng-kofi beberapa materi kuliah yang akan dibagikan kepada seluruh mahasiswa.
Puja meletakkan bukunya di atas meja fotokofi di samping warung pak herman. Matanya menangkap sebuah buku menarik di sisi kanan meja. Puja mengambilnya, membolak-balik isinya.....sesekali ia melirik petugas fotokopi yang masih berkutat dengan kertas-kertasnya.
“Saya mau fotokofi yang ini mas, rangkap 40......dan buku ini...!” saat petugas fotokofi datang menghampiri, puja menyerahkan bukunya sekaligus buku yang menarik perhatiannya itu.
“Itu buku titipan pelanggan............” sela pria itu seraya memandang puja.
“Ya...saya bayar!!Cepetan sebelum orangnya datang.................” buru puja.
Pria itu dengan sigap mulai mengerjakan tugasnya,
Sore hari............
Puja mengambil beberapa buah lembaran kertas dan buku keramat yang baru ditemukannya tadi. Perlahan diletakkannya di tempat tidur yang paling atas. Kebetulan teman sekamarnya ada beberapa orang yang sedang dinas...selebihnya tidak tahu kemana. Hati-hati puja menaiki tangga tempat tidurnya. Puja mulai melihat-lihat buku keramat yang ternyata buku wisuda berisikan mahasiswa berbagai jurusan lengkap dengan identitasnya. Harga dirinya tersakiti mendengar ucapan maya kemarin malam, “tidak pernah punya pacar,..... dia saja yang tidak tau......”, gumam puja. Tapi meski maya belum meminta maaf sampai hari ini... puja sudah menganggapnya angin lalu.
“Ngapain bu...” tanya kandita, yang tiba-tiba muncul di mulut pintu kamarnya. Piyama merah melekat di kulitnya yang putih mulus.
“Nggak liat apa...!” puja menyembunyikan buku keramatnya di bawah bantal. Posisi tempat tidurnya ada di atas sehingga kandita tidak bisa memastikan apa saja yang puja kerjakan. Puja pura-pura menulis sesuatu di salah satu lembaran kertasnya.
“Temenin ke warung pak herman dong....!” ajak kandita.
“pengen makan coklat.....” sambungnya lagi.
“Aduh...nggak bisa dita, lagi ngerjain Askeb nih.....!!banyak bangettt....bangetttt!!!” puja memperlihatkan lembaran folio yang ada di tempat tidurnya.
“Tumben rajin...” cibir kandita.
“ Baru dapat hidayah....” jawab puja sekenanya. Tangannya asyik menuliskan sesuatu. Tidak jelas apa yang ditulis tapi berhasil membuat kandita percaya. Puja sekilas mencuri pandang ke arah kandita yang masih menatapnya penuh curiga. Seakan tahu puja sedang merencanakan sesuatu.
“serius nih..........” tanya kandita. Matanya masih mencoba mencari sesuatu yang lain disekitar puja.
“Iya ....nggak percaya banget sih.....!” puja manyun dan menjulurkan lidahnya 1 centi. Kandita berlalu.
Puja menelusuri nama-nama mahasiswa yang baru saja di wisuda pekan ini di universitas terpopuler di daerahnya itu. Tangannya mencatat nomor telpon serta alamat. Dengan cermat puja melihat satu persatu wajah serta identitas seluruh wisudawan, terutama pria. Matanya melotot tatkala ada foto yang bertuliskan status “belum kawin”. Puja segera memberi tanda merah dan melipat sisi kertasnya agar mudah bila mencarinya lagi.
Puja meraih HPnya dan mulai mengetikkan sebuah nomor cantik. Puja mengeja nama pria di foto itu...G-a-n-d-i, 23 tahun, jurusan bahasa inggris....
“Kebetulan bahasa inggrisku kacau.......lumayan dapat guru gratis, heee....” sorak puja dalam hati.
Puja meletakkan HPnya itu di teling kanannya. jantungnya berdegup bak kuda pacu. Beberapa saat tidak terdengar nada apapun. Puja mengecek kembali nomornya dan mulai melakukan panggilan lagi...
“Maaf telpon anda ada di luar jangkauan......” suara operator.
”Memangnya masih ada di kutub utara mas... sampai tidak bisa terjangkau....” . gumam puja kesal.
Puja mengamati beberapa foto yang menarik minatnya, sosok pria gagah...dengan barisan gigi sempurna, tersenyum penuh percaya diri. Ang-ka-sa, 24 tahun, jurusan pertanian.......
“Nggak apa deh, asal petani berdasi....” puja tertawa sendiri...angannya mengembara..
Puja mulai mengetikkan sebuah nomor lagi......jantungnya berdesir tatkala lantunan suara ariel peterpan memenuhi gendang telinganya. Dari ujung sana sebuah suara membuyarkan lamunannya.
“Hallo.....” suara wanita, dipandangnya sekali lagi wajah tampan yang tersenyum mempesona itu....jelas-jelas disitu di buat “status lajang”. Kenapa bisa wanita yang menjawab...bathin puja. Tapi puja selalu berfikir positif...bisa jadi kakaknya, adiknya atau mungkin sahabatnya...
“Hallo....” suara itu mendesaknya.
“Ma....mau bicara dengan angkasa...” jawab puja terbata. Puja memberanikan diri meski tidak yakin dengan suaranya.
“Kalau boleh tahu..dengan siapa ya...?” tanya wanita itu ramah. Suaranya renyah, dan sangat bersahabat, puja membayangkan seorang gadis muda.
“Saya henna, temennya......mbak siapa ya...!!” puja sengaja menyembunyikan nama aslinya.
“ Saya tunangannya...!! mbak heena sudah dapet undangan kawinan kita kan...!” suara wanita itu antusias, dengan sedikit penekanan kata “kawinan”, barangkali untuk lebih menegaskan statusnya.
Spontan puja menonaktifkan telepon genggamnya, diletakkannya HPnya jauh dari jangkauannya. Amit-amitttt.......,bathin puja sambil mengelus dadanya...
Puja mulai mencermati lagi wajah-wajah pria tampan yang ada di buku itu. Pandangannya terhenti pada sebuah nama A-R-Y-O, seorang sarjana teknik sipil, dan usianya 4 tahun di atas puja. Wajahnya segar dan memancarkan optimisme tinggi.
Perlahan puja mengetikkan sebuah nomor telpon, matanya awas memperhatikan sekitarnya. Takut kalau tiba-tiba temannya yang lain datang dan mencurigai kegiatannya. Kali ini lagu viera yang mengalun lembut di telinga puja..
“Hey...udah gue bilang jangan ganggu gue lagi.....!” bentak suara di seberang sana. Suaranya tajam dan menebarkan kebencian, sayang suaranya tidak semanis wajahnya.
“Maksudnya...???” tanya puja yang masih bingung jantungnya berdebar kencang.
“Jangan berlagak bego yach..dasar cewek murahan..!! maki suara di seberang sana.
“Jangan sembarangan bicara.....” bela puja, nafasnya naik turun.
“Sekali murahan tetap murahan...!!” kejar suara itu. Puja mematikan suara itu cepat. Dasar orang aneh......., batin puja.
“Kali aja ini mahasiswa yang suka demonstrasi anarkis di jalanan, atau perang antar fakultas ....” pikir puja lagi.
Puja meyakinkan dirinya untuk mencoba sebuah nomor lagi. Dan ia berjanji ini untuk yang terakhir kalinya. R-I-O, alumni fakultas kesehatan masyarakat, hobbynya memasak..Puja tersenyum dalam hati membayang se sosok pria penyayang keluarga dan memanjakan istri dan anaknya melalui lidahnya...puja terkekeh..
Kembali diraihnya HPnya, dan mulai mengetikkan nomor yang dituju. Tidak ada lagu yang bermain di telinga puja, hanya bunyi panggilan standar.
“hallo.....” sebuah suara....mengalun lincah dari seberang sana. Suara anak kecil....puja lagi-lagi mencermati wajah pria yang terlihat muda itu. Pantas saja dia masih punya adik kecil, wajahnya saja masih imut..
“Hallooooooo....” ulang suara itu...
“ehm...ada rio....adik manis...” tanya puja perlahan...
“sebentar ya....” jawab suara itu. Hati puja dipenuhi berbagai fikirannya. Ia mulai merangkai kata pendahuluan sebagai tanda perkenalannya.
“Pa..pa...a......a...............a..........ada telpon.......” puja mendengar suara anak itu menjerit. Secepat kilat puja mematikan HPnya, matanya terpejam...jantungnya masih berdegup kencang. Anak kecil itu memanggil papa....berarti......puja tidak sanggup melanjutkan arah fikirannya.
“Mimpi apa hari iniii.... Kemana lagi aku mencari pria-pria kesepian.........” bathin puja dan membenamkan kepalanya di bawah bantalnya....buliran bening mengalir perlahan dari sudut matanya.
Bersambung..
Home » NOVEL Bidan » DIARY BIDAN MENCARI CINTA (6)
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar