Membuat Keputusan Klinik

Bookmark and Share
Ada lima aspek dasar atau Lima Benang Merah, yang penting dan saling terkait dalam asuhan persalinan yang bersih dan aman. Berbagai aspek tersebut melekat pada setiap persalinan, baik normal maupun patologis.

Lima Benang Merah tersebut adalah:

1. Membuat Keputusan Klinik
2. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
3. Pencegahan Infeksi
4. Pencatatan (Rekam Medik) asuhan persalinan
5. Rujukan

Lima Benang Merah ini akan selalu berlaku dalam penatalaksanaan persalinan, mulai dari kala satu hingga kala empat, termasuk penatalaksanaan bayi baru lahir.

Tujuan
1. Memahami langkah-langkah pengambilan keputusan klinik
2. Menjelaskan asuhan sayang ibu dan bayi
3. Menjelaskan prinsip dan praktik pencegahan infeksi
4. Menjelaskan manfaat dan cara pencatatan medik asuhan persalinan
5. Menjelaskan hal-hal penting dalam melakukan rujukan

1. Membuat Keputusan Klinik

Membuat keputusan merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang diperlukan oleh pasien. Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien dan keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan.

Membuat keputusan klinik tersebut dihasilkan melalui serangkaian proses dan metode yang sistematik menggunakan informasi dan hasil dari olah kognitif dan intuitif serta dipadukan dengan kajian teoritis dan intervensi berdasarkan bukti (evidence-based), keterampilan dan pengalaman yang dikembangkan melalui berbagai tahapan yang logis dan diperlukan dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dan terfokus pada pasien (Varney, 1997)

Semua upaya diatas akan bermuara pada bagaimana kinerja dan perilaku yang diharapkan dari seorang pemberi asuhan dalam menjalankan tugas dan pengamalan ilmunya kepada pasien atau klien. Pengetahuan dan keterampilan saja ternyata tidak dapat menjamin asuhan atau pertolongan yang diberikan dapat memberikan hasil maksimal atau memenuhi standar kualitas pelayanan dan harapan pasien apabila tidak disertai dengan perilaku yang terpuji.

Tujuh langkah dalam membuat keputusan klinik:

1. Pengumpulan data utama dan relevan untuk membuat keputusan
2. Menginterpretasikan data dan mengidentifikasi masalah
3. Membuat diagnosis atau menentukan masalah yang terjadi/dihadapi
4. Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk mengatasi masalah
5. Menyusun rencana pemberian asuhan atau intervensi untuk solusi masalah
6. Melaksanakan asuhan/intervensi terpilih
7. Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi

1 Pengumpulan Data
Semua pihak yang terlibat mempunyai peranan penting dalam setiap langkah untuk membuat keputusan klinik. Data utama (misalnya, riwayat persalinan), data subyektif yang diperoleh dari anamnesis (misalnya, keluhan pasien), dan data obyektif dari pemeriksaan fisik (misalnya, tekanan darah) diperoleh melalui serangkaian upaya sistematik dan terfokus. Validitas dan akurasi data akan sangat membatu pemberi pelayanan untuk melakukan analisis dan pada akhirnya, membuat keputusan klinik yang tepat. Data subyektif adalah informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakannya, apa yang sedang dan telah dialaminya. Data subyektif juga meliputi informasi tambahan yang diceritakan oleh anggota keluarga tentang status ibu, terutama jika ibu merasa sangat nyeri atau sangat sakit. Data obyektif adalah informasi yang dikumpulkan berdasarkan pemeriksaan/pengamatan terhadap ibu atau bayi baru lahir.

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara:
• Anamnesis dan observasi langsung : Berbicara dengan ibu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai kondisi ibu dan mencatat riwayatnya. Mengamati perilaku ibu dan apakah ibu terlihat sehat atau sakit, merasa nyaman atau nyeri.
• Pemeriksaan fisik: inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi
• Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan laboratorium, USG, Rontgen, dsb.
• Catatan medik

2. Interpretasi data untuk mendukung diagnosis atau identifikasi masalah
Setelah data dikumpulkan, penolong persalinan melakukan analisis untuk mendukung alur algoritma diagnosis. Peralihan dari analisis data menuju pada pembuatan diagnosis bukanlah suatu proses yang linier (berada pada suatu garis lurus) melainkan suatu proses sirkuler (melingkar) yang berlangsung terus-menerus. Suatu diagnosis kerja diuji dan dipertegas atau dikaji ulang berdasarkan pengamatan dan pengumpulan data secara terus-menerus.

Untuk membuat diagnosis dan identifikasi masalah, diperlukan:
 Data yang lengkap dan akurat
 Kemampuan untuk menginterpretasi/analisis data
 Pengetahuan esensial, intuisi dan pengalaman yang relevan dengan masalah yang ada

Diagnosis dibuat sesuai dengan istilah atau nomenklatur spesifik kebidanan yang mengacu pada data utama, analisis data subyektif dan obyektif yang diperoleh. Diagnosis menunjukkan variasi kondisi yang berkisar antara normal dan patologik yang memerlukan upaya korektif untuk menyelesaikannya. Masalah memiliki dimensi yang lebih luas dan tidak mempunyai batasan yang tegas sehingga sulit untuk segera diselesaikan. Masalah dapat merupakan bagian dari diagnosis sehingga selain upaya korektif untuk diagnosis, juga diperlukan upaya penyerta untuk mengatasi masalah.

Contoh:
Diagnosis: G2P1A0, hamil 37 minggu, ketuban pecah dini 2 jam
Masalah : kehamilan yang tidak diinginkan atau takut untuk menghadapi persalinan

3. Menetapkan diagnosis kerja atau merumuskan masalah

Bagian ini dianalogikan dengan proses membuat diagnosis kerja setelah mengembangkan berbagai kemungkinan diagnosis lain (diagnosis banding). Rumusan masalah mungkin saja terkait langsung maupun tidak langsung terhadap diagnosis tetapi dapat pula merupakan masalah utama yang saling terkait dengan beberapa masalah penyerta atau faktor lain yang berkontribusi dalam terjadinya masalah utama

Dalam pekerjaan sehari-hari, penolong persalinan telah mengetahui bahwa seorang pasien adalah primigravida dalam fase aktif persalinan (diagnosis). Selain dalam proses tersebut, sang ibu juga memgalami anemia (masalah) dimana hal ini belum jelas apakah akibat defisiensi zat besi (nutrisi) yang ini merupakan data tambahan untuk membuat diagnosis baru atau akibat budaya setempat (faktor sosial yang kontributornya adalah rendahnya pendidikan) yang melarang ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi.

Dengan kata lain, walaupun sudah ditegakkan diagnosis kerja tetapi bukan berarti bahwa tidak ada masalah lain yang dapat menyertai atau mengganggu upaya pertolongan yang akan diberikan oleh seorang penolong persalinan

Contoh:
Ibu hamil dengan hidramnion, bayi makrosomia, kehamilan ganda yang jelas secara diagnosis tetapi masih dibarengi dengan masalah lanjutan walaupun kasus utamanya diselesaikan. Bayi besar yang mungkin dapat dengan selamat dilahirkan oleh penolong persalinan harus tetap diwaspadai sebagai faktor yang potensial untuk menimbulkan masalah, misalnya: bayi tadi mengalami hipoglikemia karena makrosomia diakibatkan oleh ibu dengan diabetes melitus atau terjadi perdarahan pascapersalinan karena makrosomia adalah faktor predisposisi untuk atonia uteri.

4. Menilai adanya kebutuhan dan kesiapan intervensi untuk menghadapi masalah

Petugas kesehatan di lini depan seperti bidan di desa, tidak hanya diharapkan terampil untuk membuat diagnosis bagi pasien atau klien yang dilayaninya tetapi juga harus mampu mendeteksi setiap situasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa ibu dan bayinya. Untuk mengenali situasi tersebut, para bidan harus pandai membaca situasi klinik dan masyarakat setempat sehingga mereka tanggap dalam mengenali kebutuhan terhadap tindakan segera sebagai langkah penyelamatan ibu dan bayinya apabila situasi gawatdarurat memang terjadi.

Upaya ini dikenal sebagai kesiapan menghadapi persalinan dan tanggap terhadap komplikasi yang mungkin terjadi (birth preparedness and complication readiness). Dalam uraian-uraian berikutnya, petugas pelaksana persalinan akan terbiasa dengan istilah rencana rujukan yang harus selalu disiapkan dan didiskusikan diantara ibu, suami dan penolong persalinan.

Contoh:
Untuk menghadapi ibu hamil dengan preeklampsia berat dan tekanan darah yang cenderung selalu meningkat maka seorang bidan harus berkonsultasi dengan tenaga ahli di rumah sakit atau spesialis obstetri terdekat untuk menyiapkan tindakan/upaya yang dapat dilakukan bila sang ibu mulai menunjukkan gejala dan tanda gawatdarurat. Pada keadaan tertentu, mungkin saja seorang bidan harus menangani kasus distosia bahu tanpa bantuan siapapun. Apabila ia tidak pernah dilatih untuk mengatasi hal itu atau ia tidak mengetahui tanda-tanda distosia bahu maka ia tidak pernah tahu bahwa perlu disiapkan sesuatu (pengetahuan, keterampilan, dan rujukan) untuk mengatasi hal tersebut. Hal yang paling buruk dan mungkin saja terjadi adalah sang bayi tidak dapat dilahirkan dan kemudian meninggal dunia karena bidan tersebut berupaya melahirkan bayi tetapi ia tidak pernah tahu bagaimana cara mengatasi hal tersebut.

5. Menyusun rencana asuhan atau intervensi
Rencana asuhan atau intervensi bagi ibu bersalin dikembangkan melalui kajian data yang telah diperoleh, identifikasi kebutuhan atau kesiapan asuhan dan intervensi, dan mengukur sumberdaya atau kemampuan yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk membuat ibu bersalin dapat ditangani secara baik dan melindunginya dari berbagai masalah atau penyulit potensial dapat mengganggu kualitas pelayanan, kenyamanan ibu ataupun mengancam keselamatan ibu dan bayi.

Rencana asuhan harus dijelaskan dengan baik kepada ibu dan keluarganya agar mereka mengerti manfaat yang diharapkan dan bagaimana upaya penolong untuk menghindarkan ibu dan bayinya dari berbagai gangguan yang mungkin dapat mengancam keselamatan jiwa atau kualitas hidup mereka.

Contoh:
Rencana asuhan kala I:
 denyut jantung janin: setiap ½ jam
 frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam
 nadi: setiap ½ jam
 pembukaan serviks: setiap 4 jam
 penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
 tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
 produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam

Rencana asuhan pada kasus tali pusat menumbung:
 Pemberian oksigen nasal 6L/menit
 Mengatur posisi ibu bersalin
 Menghubungi rumah sakit rujukan untuk tindakan lanjutan
 Stabilisasi kondisi ibu dan bayi yang dikandungnya
 Pemantauan DJJ

6. Melaksanakan asuhan
Setelah membuat rencana asuhan, laksanakan rencana tersebut secara tepat waktu dan aman. Hal ini akan menghindarkan terjadinya penyulit dan memastikan bahwa ibu dan/atau bayinya yang baru lahir akan menerima asuhan atau perawatan yang mereka butuhkan. Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang beberapa intervensi yang dapat dijadikan pilihan untuk kondisi yang sesuai dengan apa yang sedang dihadapi sehingga mereka dapat membuat pilihan yang baik dan benar. Pada beberapa keadaan, penolong sering dihadapkan pada pilihan yang sulit karena ibu dan keluarga meminta penolong yang menentukan intervensi yang terbaik bagi mereka dan hal ini memerlukan upaya dan pengertian lebih agar ibu dan keluarga mengerti bahwa hal ini terkait dengan hak klien dan kewajiban petugas untuk memperoleh hasil terbaik

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pilihan adalah:
 Bukti-bukti ilmiah
 Rasa percaya ibu terhadap penolong persalinan
 Pengalaman saudara atau kerabat untuk kasus yang serupa
 Tempat dan kelengkapan fasailitas kesehatan
 Biaya yang diperlukan
 Akses ketempat rujukan
 Luaran dari sistem dan sumberdaya yang ada

7. Memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan atau intervensi solusi

Penatalaksanaan yang telah dikerjakan kemudian dievaluasi untuk menilai efektivitasnya. Tentukan apakah perlu di kaji ulang atau diteruskan sesuai dengan rencana kebutuhan saat itu. Proses pengumpulan data, membuat diagnosis, memilih intervensi, menilai kemampuan sendiri, melaksanakan asuhan atau intervensi dan evaluasi adalah proses sirkuler (melingkar). Lanjutkan evaluasi asuhan yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir. Jika pada saat evaluasi ditemukan bahwa status ibu atau bayi baru lahir telah berubah, sesuaikan asuhan yang diberikan untuk memenuhi perubahan kebutuhan tersebut.

Asuhan atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji efektif apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah ditegakkan. Apapun jenisnya, asuhan dan intervensi yang diberikan harus efisien, efektif, dan dapat diaplikasikan pada kasus serupa dimasa datang. Bila asuhan atau intervensi tidak membawa hasil atau dampak seperti yang diharapkan maka sebaiknya dilakukan kajian ulang dan penyusunan kembali rencana asuhan hingga pada akhirnya dapat memberi dampak seperti yang diharapkan.

Contoh proses pengambilan keputusan klinik
Ibu Siti, primigravida berusia 23 tahun, datang pada penolong persalinan dan mengatakan bahwa ia sudah akan melahirkan.

Pengumpulan Data
Data Subyektif:
Pertanyaan dari penolong persalinan:
1.Kapan perkiraan tanggal melahirkan ?
Jawaban ibu : Dua minggu yang akan datang
2. Kapan mulai mules-mules ?
Jawaban Ibu : 5 jam yang lalu
3. Berapa lama tenggang waktu antara satu kontraksi dengan kontraksi lainnya ?
Jawaban ibu : Antara 7-10 menit
4. Apakah ketuban sudah pecah?
Jawaban ibu : Belum
5. Apakah ada keluaran darah/bercak?
Jawaban Ibu : Tidak ada
6. Apakah bayi ibu bergerak seperti biasa?
Jawaban ibu : Ya

Data Obyektif:
Penolong memeriksa:
Kontraksi
Ditemukan :Kontraksi uterus teraba satu kali dalam 10 menit dan setiap kontraksi berlangsung kurang dari 20 detik.
Pemeriksaan abdomen
Ditemukan : Janin presentasi kepala, palpasi kepala 5/5, gerakan janin - terasa dan Denyut Jantung Janin (DJJ) 136 kali /menit.
Pemeriksaan dalam
Ditemukan : Porsio lunak dan tebal, pembukaan 1 jari, teraba selaput ketuban. Tidak terlihat cairan yang keluar dari dalam vagina.

Diagnosis:
Diagnosis, berdasarkan pada data yang dikumpulkan, menunjukkan bahwa Ibu Siti adalah primigravida cukup bulan dalam fase laten persalinan, DJJ normal.
Asuhan atau intervesni : Asuhan Sayang Ibu, Penatalaksanaan Persalinan Fisiologis, Perawatan Ambulatoir, Dukungan Fisik dan Psikis, Observasi Kemajuan Persalinan Fase Laten
Antisipaasi intervensi tambahan atau rujukan : tidak diperlukan karena hasil analisis menunjukkan ini persalinan normal atau fisiologis

Penatalaksanaan Asuhan atau Perawatan
Penolong persalinan menenteramkan Ibu Siti dan menganjurkannya untuk mandi dan beristirahat. Ibu Siti dianjurkan untuk memberitahu penolong persalinan jika kontraksinya datang setiap 3 sampai 5 menit, jika ketubannya pecah atau jika ibu punya pertanyaan atau kekhawatiran. Penolong persalinan akan mengkaji ulang (evaluasi) Ibu Siti 4 jam lagi dari saat itu, atau lebih cepat jika Ibu Siti menghubunginya.

Evaluasi:
Tiga jam kemudian Ibu Siti datang lagi. Kontraksinya lebih teratur pada setiap 3 sampai 5 menit selama satu jam. Penolong persalinan memeriksa ibu. Pembukaan serviks 4 cm, ada ‘show’, ketuban utuh, palpasi kepala janin 3/5 dan DJJ 126 x/menit. Berdasarkan data yang dikumpulkan, penolong persalinan mempertegas diagnosis awal dan bahwa rencana asuhan yang telah dilakukan sudah sesuai.

Sekarang waktunya membuat diagnosis baru dan rencana asuhan atau perawatan berdasarkan evaluasi terakhir. Ibu Siti adalah primigravida, cukup bulan, dalam fase aktif persalinan, dengan normal DJJ. Rencana untuk asuhan ibu adalah pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi serta kemajuan persalinan dengan berpedoman pada partograf (lihat bab 2), membesarkan hati dan memberikan dukungan, menganjurkan ibu untuk bergerak bebas selama persalinan dan berganti posisi untuk

modul APN

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar