Tinjauan keilmuan
Setiap pengetahuan mempunyai 3 komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang disusun. Komponen tersebut adalah : ontology, epistemology dan aksiologi. Ontology merupakan asas dalam menetapkan ruang lingkup ujud yang menjadi objek penelaahan (objek ontology atau objek formal pengetahuan) dan penafsiran tentang hakekat realitas (metafisika) dari objek ontologis atau objek formal tersebut. Epistemology merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Aksiologi merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut
a. Pendekatan ontologism
Secara ontologism ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya berada pada daerah – daerah dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra pengalaman (penciptaan manusia) dan pasca pengalaman (surge neraka) diserahkan ilmunya kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas – batas ontologism tertentu. Penerapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini secara konsisten dengan asas epistemologis keilmuan yang mensyaratkan adanya verifikasi dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah.
Aspek kedua dari pendekatan ontologism adalah penafsiran hakekat realitas (metafisika) dari objek ontologism keilmuan. Penafsiran metafisik keilmuan harus didasarkan kepada karakteristik objek ontologism sebagaimana adanya (das sein) dengan deduksi – deduksi yang dapat diverifikasi secara fisik. Ini berarti bahwa secara metafisik ilmu terbebas dari nilai – nilai yang bersifat dogmatic. Suatu pernyataan dapat diterima sebagai premis dalam argumentasi ilmiah setelah melalui pengkajian/penelitian berdasarkan epistemologis keilmuan. Metafisika keilmuan berdasarkan sebagaimana adanya (das sein) menyebabkan ilmu menolak premis moral yang bersifat seharusnya (das solen).
Ilmu atau science adalah suatu studi atau pengetahuan yang sistematik untuk menerangkan suatu fenomena dengan acuan materi dan fisiknya melalui metoda ilmiah. Ilmu justru merupakan pengetahuan yang dapat dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan – tujuan yang mencerminkan das solen dengan jalan mempelajari das sein agar dapat menjelaskan, meramalkan serta mengawasi gejala alam.
b. Pendekatan epistemologis
Landasan epistemologis ilmu tercermin secara operasional dalam metoda ilmiah. Pada dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :
1. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun
2. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut
3. Melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataan secara factual. Secara akronim metoda ilmiah terkenal sebagai logica – hypotetico – verifikatif atau deducto – hypotetico – verifikatif.
Kerangka pemikiran yang bersifat logis adalah argumentasi yang bersifat rasional dalam mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam. Verifikasi secara empiris berarti evaluasi secara objektif dari suatu pernyataan hipotesis terhadap kenyataan factual. Verifikasi ini menyatakan bahwa ilmu terbuka untuk kebenaran lain selain yang terkandung dalam hipotesis (mungkin fakta menolak pernyataan hipotesis). Kebenaran ilmiah dengan keterbukaan terhadap kebenaran baru mempunyai sifat pragmatis yang prosesnya secara berulang (siklus) berdasarkan berfikir kritis.
Disamping sifat moral yang secara implicit terkait dengan proses logica – hypotetico – verifikatif tersebut terdapat asas moral yang secara eksplisit merupakan das sollen dalam epistemologis keilmuan. Asas tersebut menyatakan bahwa dalam proses kegiatan keilmuan, setiap upaya ilmiah harus ditujukan untuk menemukan kebenaran yang dilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara individual.
c. Pendekatan Aksiologis
Aksiologis keilmuan menyakngkut nilai-nilai yang berkaitan dengan pengetahuan iliah baik secara internal, eksternal maupun social. Nilai internal berkaitan dengan wujud dan kegiatan ilmiah dalam memperoleh pengetahuan tanpa mengesampingkan fitrah manusia. Nilai eksternal menyangkut nilai – nilai yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan ilmiah. Nilai social menyangkut pandangan masyarakat yang menilai keberadaan pengetahuan dan profesi tertentu. Penerapan pengetahuan sangat tergantung kepada manusia yang meramalkannya. Oleh karean itu, kode etik profesi merupakan suatu persyaratan mutlak bagi keberadaan suatu profesi. Kode etik profesi ini pada hakekatnya bersumber dari nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin keilmuan. Bangsa Indonesia berbahagia karena kebidanan sebagai suatu profesi dibidang kesehatan telah mempunyai kode etik yang mutlak diaplikasikan ke dalam praktik klinik kebidanan.
Pada dasarnya ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk keuntungan/berfaedah bagi manusia. Dalam hal ini ilmu dapat dimanfaatkan sebagi sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia dan kelestarian/keseimbangan alam. Untuk kepentingan manusia tersebut maka pengetahuan ilmiah yang diperoleh dan disusun dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal berarti bahwa ilmu merupakan milik bersama, dimana setiap orang berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhannya. Universal berarti ilmu tidak mempunyai konotasi parochial seperti ras, ideology atau agama.
d. Tanggung jawab Ilmuwan : Profesional dan Moral
Pendekatan ontologism, aksiologis dan epistemiologis memberikan 18 azas moral yang terkait dengan kegiatan keilmuan. Keseluruhan azas moral ini pada hakekatnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : kelompok azas moral yang membentuk tanggungjawab professional dan kelompok tanggung jawab social. Tanggung jawab social professional ditujukan kepada masyarakat ilmuwan dalam mempertanggungjawabkan moral yang berkaitan dengan landasan epistemologis. Sedangkan tanggung jawab social yakni pertanggungjawaban ilmuwan terhadap masyarakat yang menyangkut azas moral mengenai pemilihan etis terhadap obyek penelaahan keilmuwan dan penggunaan pengetahuan ilmiah.
2. Dimensi Kefilsafatan Ilmu Kebidanan
Keberadaan disiplin keimuan kebidanan sama seperti keilmuan lainnya ditopang oleh berbagai disiplin keilmuan yang telah jauh berkembang, sehingga dalam perjalanannya mulai dipertanyakan identitas dirinya sebagai suatu disiplin keilmuan yang mandiri. Yang sering dipertanyakan pada pengetahuan kebidanan (Midwifery Knowledge) terutama terfokus pada tubuh pengetahuan kebidanan (Body of Knowledge) untuk eksistensi sebagai suatu disiplin keilmuan yang mandiri. Lebih lanjut sering dipertanyakan adalah cirri-ciri atau karakteristik yang membedakan pengetahuan kebidanan (Midwifery Knowledge) dengan ilmu yang lain. Berdasarkan komponen hakekat ilmu, maka setiap cabang pengetahuan dibedakan dari jenis pengetahuan lainnya berdasarkan apa yang diketahui (ontology), bagaimana pengetahuan tersebut diperoleh dan disusun (epistemologis) serta nilai mana yang terkait dengan pengetahuan tersebut(Aksiologis). Oleh karena itu pengetahuan ilmiah mempunyai landasan ontology, epistemology, dan aksiologi yang spesifik dan bersifat ilmiah. Artinya suatu pengetahuan ilmiah apabila dapat memenuhi persyaratan ontology, epsitemiologi dan aksiologi keilmuan.
Dimensi kefilsafatan keilmuan secara lebih rinci dapat dibagi menjadi tiga tingkatan karakteristik, yaitu :
a. bersifat universal artinya berlaku untuk seluruh disiplin yang bersifat keilmuan
b. bersifat generic artinya mencirikan segolongan tertentu dari pengetahuan ilmiah, contoh : ilmu –ilmu social
c. Berifat spesifik artinya memilki cirri-ciri yang khas dari sebuah disiplin ilmu yang membedakannya dengan disiplin keilmuan yang lain.
Secara khusus setiap disiplin keilmuan mempunyai objek forma dan objek material mengenai wujud yang menjadi focus penelaahannya. Obyek forma merupakan cara pandang terhadap sesuatu, sedangkan material merupakan substansi dari objek yang tertentu. Setiap disiplin keilmuan yang mandiri mempunyai obkek forma dan material yang berbeda dengan disiplin keilmuan yang lain. Dan inilah yang menjadi criteria untuk menilai keberadaan suatu disiplin keilmuan yang mandiri. Oleh karena itu obyek forma dan obyek material merupakan cirri yang spesifik dari suatu disiplin ilmu.
Pada hakekatnya pengetahuan ilmiah suatu disiplin keilmuan dapat dibedakan antara pikiran dasar yang melandasi suatu pemikiran dan tubuh pengetahuan teoritis yang dibangun di atas pemeikiran dasar tersebut. Pikiran dasar tersebut terdiri dari postulat, asumsi dan prinsip. Postulat merupakan anggapan tentang sesuatu obyek yang merefeleksikan sudut pandang tertentu. Anggapan ini tidak terkait kepada benar atau salah melainkan kepada setuju atau tidak setuju dengan postulat.
Setiap prinsip keilmuan mempunyai postulat yang khas yang berbeda dengan disiplin ilmu yang disebabkan cara pandang yang berbeda pula meskipun mungkin obyek yang menjadi telaahannya sama. Pikiran dasar kedua adalah asumsi yakni pernyataan dasar tentang realitas menjadi objek. Oleh karena kaitannya dengan realitas menjadi objek. Oleh karena kaitannya dengan empiric, maka pernyataan ini harus diuji kebenarannya. Suatu asumsi belum tentu benar atau cocok dengan suatu kondisi tertentu. Asumsi yang berbeda akan menghaasilkan tubuh pengetahuan yang berbeda pula dan pada akhirnya akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda.
Dengan postulat dan asumsi tersebut terbangunlah prinsip yang merupakan pernyataan dasar mengenai tindakan atau pilihan. Prinisp ekonomi umpamanya merupakan tindakan manusia untuk memperoleh untung yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya, merupkan dasar atau landasan bagi manusia sebagai elaku ekonomi. Postulat, asumsi dan prinsip merupakan pikiran dasar dari sebuah pengetahuan ilmiah. Pikiran dasar dalam ilmu kebidanan adalah memberdayakan semua potensi klien (wanita/ibu) untuk menghimpun kekuatan (power) dirinya sendiri dalam upaya melahirkan janin yang dikandung dalam tubuhnya. Socrates (427 – 374 SM), seorang Filsuf Yunani menyebutkan hal ini sebagai mateutika tekhne (ketrampilan kebidanan). Di atas pikiran dasar inilah dibangun tubuh pengetahuan teoritis yang secara ekstensif berupaya mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksikan dan mengontrol berbagai jenis gejala dari objek telaahan dari sebuah disiplin ilmu.
Dalam upaya pengembangan tubuh pengetahuan teorits ini sering kali sebuah disiplin keilmuan menjamin atau menerapkan unsure-unsur pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu yang ada. Hal lain adalah wajar dan biasa dilakukan, sebab sebuah disiplin ilmu yang mandiri dapat menentukan pengetahuan mana yang bersifat khas milik disiplin ilmunya dan pengetahuan mana yang pinjam datau diterapkan dari disiplin keilmuan lain.
Perangkat pikian dasar utama yang bersifat khas memberikan payung atau kerangka konseptual yang bersifat makro. Kerangka konseptual ini dikembangkan pula pada tingkat tubuh penegtahuan teoritis yang bersifat khas pula. Dalam mengisi kerangka konseptual yang bersifat makro inilah yang bisa dipinjam atau diterapkan unsure pengetahuan dari disiplin lain yang sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh ilmu kebidanan meminjam unsur pengetahuan bimbingan dan konseling psikologi dalam tindakan memimpin persalinan pada kliennya. Pinjam meminjam antar pengetahuan adalah biasa dan tidak menimbulkan kebingungan selama ilmuwan dapat mengidentifikasi kerangka konseptual makro yang merupakan paying dari penyusunan tubuh pengetahuan teoritis masing-masning.
3. Tubuh pengetahuan Kebidanan
Disiplin keilmuan kebidanan mempunyai karakteristik dan spesifikasi baik obyek forma maupun obyek materia. Obyek forma disiplin keilmuan kebidanan adalah cara pandang yang berfokus pada obyek penelaahan dalam batas dan ruang lingkup tertentu. Obyek forma dari disiplin keilmuan kebidanan adalah mempertahankan status kesehatan reproduksi termasuk kesejarhteraan wanita sejak lahir sampai masa tuanya (late menopause) termasuk berbagai implikasi dalam siklus kehidupannya.
Obyek materia disiplin keilmuan kebidanan adalah substansi dari obyek penelaahan dalam lingkup tertentu. Obyek material dalam disiplin keilmuan kebidanan adalah janin, bayi baru lahir, bayi dan anak dibawah lima tahun (Balita) dan wanita secara utuh / holistic dalam siklus kehidupannya (kanak – kanak, pra remaja, remaja, dewasa muda, dewasa, lansia dini dan lansia lanjut) yang berfokus kepada kesehatan reproduksi.
Berdasarkan pikiran dasar, obyek forma dan obyek material, disusunlah pengetahuan kebidanan (Body of Knowledge) yang dikelompokkan menjadi empat, yaitu :
a. Ilmu Dasar
1. Anatomi
2. Psikologi
3. Mikrobiologi dan Parasitologi
4. Patofisiologi
5. Fisika
6. Biokimia
b. Ilmu Sosial
1. Pancasila dan wawasan nusantara
2. Bahasa Indonesia
3. Bahasa Inggris
4. Sosiologi
5. Antropologi
6. Psikologi
7. Administrasi dan Kepemimpinan
8. Ilmu Komunikasi
9. Humaniora
10. Pendidikan (Prinsip Belajar dan Mengajar)
c. Ilmu Terapan
1. Kedokteran
2. Pharmakologi
3. Epidemiologi
4. Statistic
5. Teknik Kesehatan Dasar (TKD)/Keperawatan Dasar
6. Paradigma Sehat
7. Ilmu Gizi
8. Hukum Kesehatan
9. Kesehatan Masyarakat
10. Metode Riset
d. Ilmu Kebidanan
1. Dasar – dasar kebidanan (Perkembangan kebidanan, registrasi dan Organisasi Profesi dan Peran serta Fungsi Bidan)
2. Teori dan model Konseptual kebidanan
3. Siklus Kehidupan Wanita
4. Etika dan Etiket Kebidanan
5. Pengantar Kebidanan Profesional (Konsep Kebdianan, definisi dan lingkup kebidanan dan manajemen kebidanan)
6. Tingkat dan jenis pelayanan kebidanan
7. Legislasi Kebidanan
8. Praktik Klinik Kebidanan.
Sumber
50th IBI/berbagai sumber
Home » konsep kebidanan » FILOSOFI KEBIDANAN
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar