Preeklampsia terjadi pada 5-7% dari seluruh kehamilan. Trias diagnostiknya mencakuup hipertensi, proteinuri, dan edema. National High Blood Pressure Education Working Group baru saja merekomendasikan untuk meniadakan edema sebagai kriteria diagnostik karena kejadiannya seringkali ditemukan pada kehamilan normal. Frekuensi kejadian preeklampsia meningkat pada wanita muda dan nullipara. Akan tetapi distribusi frekuensinya berdasar usia bersifat bimodal, dengan peningkatan berikutnya pada wanita multipara dengan usia diatas 35 tahun. Pada wanita yang memiliki ibu dengan riwayat preeklampsia, resiko preeklampsia lebih besar dibandingkan dengan populasi wanita pada umumnya. Faktor predisposisi preeklampsia adalah sebagai berikut :
- Usia > 35 tahun
- Nullipara
- Kehamilan Kembar
- Mola hidatiformis
- Diabetes mellitus
- Penyakit thyroid
- Hipertensi kronik
- Gangguan ginjal
- Penyakit vaskuler kolagen
- Sindroma Antiphospholipid
- Riwayat keluarga dengan preeklampsia
Etiologi
Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui. Banyak teori yang telah dikemukakan, akan tetapi kebanyakan tidak teruji dengan waktu. Penyebab yang paling sering diketahui adalah adanya gangguan pada perubahan vaskulatur uterus. Placenta mendapatkan suplai darah dari beberapa arteri uteroplacenta yang terbentuk akibat migrasi endovaskuler trophoblas pada dinding dari arteriol spiral. Hal ini merubah arteri uteroplacenta menjadi sistem dengan tahanan dan tekanan rendah dengan aliran yang tinggi. Konversi arteriol spiral pada uterus nongravid menjadi arteri arteri uteroplacenta diketahui sebagai perubahan fisiologis. Pada kehamilan normal, perubahan vaskularisasi yang diakibatkan oleh trophoblas ini meluas mulai dari ruang intervilli hingga ujung arteriol spiral pada arteri radialis di sepertiga bagian dalam dari myometrium. Dikatakan bahwa perubahan vaskularisasi ini dipengaruhi di dua stadium: konversi dari segmen desidua dari arteriol spiral oleh suatu gelombang migrasi endovaskuler pada trimester pertama dan segmen myometrium oleh gelombang berikutnya pada trimester kedua.". Proses ini dilaporkan terkait dengan pembentukan jaringan ikat yang luas dan degenerasi dari lapisan muskuler dari dinding arteri. Perubahan vaskuler ini mengakibatkan konversi dari sekitar 100 hingga 150 arteriol spiral menjadi pembuluh darah yang lebar, berkelok-kelok, dan berbentuk corong yang terhubung dengan ruang intervili.
Sebaliknya, pada wanita dengan preeklampsia atau dengan pertumbuhan janin terhambat menunjukkan adanya respon maternal yang tidak adekuat terhadap pembentukan placenta. Pada kehamilan ini, perubahan vaskuler yang dijelaskan diatas biasanya hanya ditemukan pada segmen desidua dari arteri uteroplasenta. Akibatnya, segmen myometrium dari arteri spiral tetap memiliki struktur yang muskuloelastik sehingga menyebabkannya sangat responsif terhadap pengaruh hormonal. Sebagai tambahan, jumlah arteriol yang berkembang dengan baik lebih sedikit dibandingkan pada wanita hamil normotensif. Kong et al telah mempostulasi bahwa kerusakan vaskuler ini terjadi akibat adanya gangguan dari gelombang migrasi endovaskuler trofoblas yang normalnya terjadi sekitar usia kehamilan 16 minggu. Perubahan patologis ini akan membatasi peningkatan suplai darah yang dibutuhkan oleh unit fetoplasenta pada usia kehamilan lanjut, dan terkait dengan penurunan aliran darah uteroplasenta. Frusca et al mempelajari biopsi vaskularisasi plasenta yang diambil pada saat sectio sesar dari kehamilan normal (n=14), kehamilan dengan preeklampsia (n=24), dan kehamilan dengan hipertensi kronik (n=5). Biopsi dari kelompok preeklampsia menunjukkan adanya perubahan vaskuler yang abnormal pada setiap kasus, 18 diantaranya memiliki perubahan aterosklerotik akut. Sebaliknya, 13 dari 14 biopsi darikehamilan normotensif memiliki perubahan vaskuler yang fisiologis. Penting diketahui bahwa gangguan vaskularisasi ini dapat pula terjadi pada kehamilan normotensif tetapi disertai dengan perkembangan janin terhambat. Menggunakan mikroskop elektron, Shanklin and Sibai mempelajari perubahan struktur vaskularisasi plasenta dan perbatasan uterus pada 33 kehamilan preeklampsia dan 12 kehamilan normotensif. Mereka menemukan adanya kerusakan endotel baik pada semua spesimen wanita preeklampsia, dimana tidak didapatkan pada semua biopsi wanita normotensif. Kerusakan ini sepertinya mempengaruhi mitokondria endotel,dimana menandakan kemungkinan adanya gangguan metabolisme.
Patofisiologi
Otak
Gambaran patologis pada kerusakan serebral akibat preeklampsia mencakup nekrosis fibrinoid, thrombosis, mikroinfark, dan perdarahan peteki, terutama pada korteks serebral. Edema serebral juga dapat ditemukan. Pada CT-scan kepala dapat ditemukan hipodensitas fokal pada bagian hemisfer posterior serebral, lobus temporal, dan batang otak, kemungkinan menandakan adanya perdarahan peteki yang mengakibatkan edema lokal. MRI dapat memperlihatkan abnormalitas arteri serebral mayor pada bagian occiput dan parietal, begitu pula lesi pada batang otak dan ganglia basalis. Perdarahan subarachnoid dan intraventricular dapat terjadi pada beberapa kasus yang berat.
Jantung
Preeklampsia ditandai dengan ekspansi volume intravaskuler yang abnormal, penurunan volume darah yang bersirkulasi, dan buruknya resistensi terhadap vasopressor endogen, termasuk angiotensin II. Pengawasan hemodinamik invasif pada pasien preeklampsia dapat memberikan informasi tersebut. Bergantung dari tingkat keparahan penyakit, efek dari terapi sebelumnya, dan faktor lainnya, preeklampsia dapat mengakibatkan cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang rendah, atau cardiac output yang rendah dan resistensi vaskuler sistemik yang meningkat, atau cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang tinggi. Adanya perbedaan manifestasi ini menegaskan kembali kompleksitas dari penyakit ini.
Paru-paru
Perubahan pada tekanan onkotik-koloid, integritas endotel kapiler, dan tekanan hidrostatik intravaskuler pada pasien preeklampsia meningkatkan resiko edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, keberadaan penyakit jantung hipertensif dapat memperburuk keadaan, edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan superimpose preeklampsia pada hipertensi kronis, penyakit jantung hipertensif yang telah ada sebelumnya dapat memperburuk keadaan. Pemberian cairan intravena yang berlebihan dapat meningkatkan resiko edema pulmoner. Pada eklampsia, jejas pulmoner dapat terjadi akibat aspirasi kandungan gaster, menyebabkan pneumonia, pneumonitis, atau sindroma distress pernapasan.
Hepar
Lesi histologis pada hepar ditandai dengan adanya deposisis fibrin sinusoidal pada daerah periportal dengan perdarahan pada wilayah sekitar dan thrombi kapiler portal. Nekrosis sentrilobular dapat terjadi akibat perfusi yang menurun. Peradangan bukan karakteristik. Hematoma subkapsuler dapat terjadi. Pada kasus berat dengan adanya nekrosis hepatoseluler dan DIC, hematoma intrahepatik dapat berlanjut menjadi ruptur hepar. Nyeri pada kuadran atas atau nyeri epigastrik merupakan gejala klasik yang disebabkan oleh adanya regangan pada kapsula Gllison. Peningkatan serum transminase merupakan tanda adanya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets)
Ginjal
Perubahan histologis dapat ditemukan pada ginjal seorang wanita dengan preeklampsia. Lesi ginjal dari preeklampsia adalah "glomeruloendotheliosis" yang ditandai oleh adanya pembengkakan dan pembesaran dari kapiler glomerulus, menyebabkan penyempitan lumen kapiler. Terdapat peningkatan sitoplasma yang mengandung vakuola terisi lemak. Sel Mesangial kemungkinan membengkak pula. Immunoglobulins, komplemen, fibrin, and produk degradasi fibrin kemungkinan ditemukan pada glomeruli, akan tetapi keberadaannya tidak ditemukan pada semua wanita dengan preeklampsia
Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecil mungkin. Pada penanganan preeklampsia, dengan beberapa pengecualian, penyelamatan maternal paling baik dilakukan dengan pengakhiran kehamilan. Akan tetapi pendekatan ini kemungkinan kurang baik untuk janin. Pada kasus prematuritas ekstrim, janin dapat diselamatkan dengan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat maturasi janin. Keputusan untuk mengakhiri kehamilan atau penanganan konvensional didasarkan oleh beberapa faktor yaitu keparahan penyakit, keadaan ibu dan serviks, maturitas dan keadaan janin. Indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah 1) preeklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan; 2) preeklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin sudah cukup matur; 3) preeklampsia berat; 4) eklampsia. Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah sakit ialah: 1) tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih; 2) proteinuria 1+ atau lebih; 3) kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang; 4) penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan.
Untuk tujuan penatalaksanaan preeklampsia sebaiknya diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan berat.
Penyebab pasti dari preeklampsia belum diketahui. Banyak teori yang telah dikemukakan, akan tetapi kebanyakan tidak teruji dengan waktu. Penyebab yang paling sering diketahui adalah adanya gangguan pada perubahan vaskulatur uterus. Placenta mendapatkan suplai darah dari beberapa arteri uteroplacenta yang terbentuk akibat migrasi endovaskuler trophoblas pada dinding dari arteriol spiral. Hal ini merubah arteri uteroplacenta menjadi sistem dengan tahanan dan tekanan rendah dengan aliran yang tinggi. Konversi arteriol spiral pada uterus nongravid menjadi arteri arteri uteroplacenta diketahui sebagai perubahan fisiologis. Pada kehamilan normal, perubahan vaskularisasi yang diakibatkan oleh trophoblas ini meluas mulai dari ruang intervilli hingga ujung arteriol spiral pada arteri radialis di sepertiga bagian dalam dari myometrium. Dikatakan bahwa perubahan vaskularisasi ini dipengaruhi di dua stadium: konversi dari segmen desidua dari arteriol spiral oleh suatu gelombang migrasi endovaskuler pada trimester pertama dan segmen myometrium oleh gelombang berikutnya pada trimester kedua.". Proses ini dilaporkan terkait dengan pembentukan jaringan ikat yang luas dan degenerasi dari lapisan muskuler dari dinding arteri. Perubahan vaskuler ini mengakibatkan konversi dari sekitar 100 hingga 150 arteriol spiral menjadi pembuluh darah yang lebar, berkelok-kelok, dan berbentuk corong yang terhubung dengan ruang intervili.
Sebaliknya, pada wanita dengan preeklampsia atau dengan pertumbuhan janin terhambat menunjukkan adanya respon maternal yang tidak adekuat terhadap pembentukan placenta. Pada kehamilan ini, perubahan vaskuler yang dijelaskan diatas biasanya hanya ditemukan pada segmen desidua dari arteri uteroplasenta. Akibatnya, segmen myometrium dari arteri spiral tetap memiliki struktur yang muskuloelastik sehingga menyebabkannya sangat responsif terhadap pengaruh hormonal. Sebagai tambahan, jumlah arteriol yang berkembang dengan baik lebih sedikit dibandingkan pada wanita hamil normotensif. Kong et al telah mempostulasi bahwa kerusakan vaskuler ini terjadi akibat adanya gangguan dari gelombang migrasi endovaskuler trofoblas yang normalnya terjadi sekitar usia kehamilan 16 minggu. Perubahan patologis ini akan membatasi peningkatan suplai darah yang dibutuhkan oleh unit fetoplasenta pada usia kehamilan lanjut, dan terkait dengan penurunan aliran darah uteroplasenta. Frusca et al mempelajari biopsi vaskularisasi plasenta yang diambil pada saat sectio sesar dari kehamilan normal (n=14), kehamilan dengan preeklampsia (n=24), dan kehamilan dengan hipertensi kronik (n=5). Biopsi dari kelompok preeklampsia menunjukkan adanya perubahan vaskuler yang abnormal pada setiap kasus, 18 diantaranya memiliki perubahan aterosklerotik akut. Sebaliknya, 13 dari 14 biopsi darikehamilan normotensif memiliki perubahan vaskuler yang fisiologis. Penting diketahui bahwa gangguan vaskularisasi ini dapat pula terjadi pada kehamilan normotensif tetapi disertai dengan perkembangan janin terhambat. Menggunakan mikroskop elektron, Shanklin and Sibai mempelajari perubahan struktur vaskularisasi plasenta dan perbatasan uterus pada 33 kehamilan preeklampsia dan 12 kehamilan normotensif. Mereka menemukan adanya kerusakan endotel baik pada semua spesimen wanita preeklampsia, dimana tidak didapatkan pada semua biopsi wanita normotensif. Kerusakan ini sepertinya mempengaruhi mitokondria endotel,dimana menandakan kemungkinan adanya gangguan metabolisme.
Patofisiologi
Otak
Gambaran patologis pada kerusakan serebral akibat preeklampsia mencakup nekrosis fibrinoid, thrombosis, mikroinfark, dan perdarahan peteki, terutama pada korteks serebral. Edema serebral juga dapat ditemukan. Pada CT-scan kepala dapat ditemukan hipodensitas fokal pada bagian hemisfer posterior serebral, lobus temporal, dan batang otak, kemungkinan menandakan adanya perdarahan peteki yang mengakibatkan edema lokal. MRI dapat memperlihatkan abnormalitas arteri serebral mayor pada bagian occiput dan parietal, begitu pula lesi pada batang otak dan ganglia basalis. Perdarahan subarachnoid dan intraventricular dapat terjadi pada beberapa kasus yang berat.
Jantung
Preeklampsia ditandai dengan ekspansi volume intravaskuler yang abnormal, penurunan volume darah yang bersirkulasi, dan buruknya resistensi terhadap vasopressor endogen, termasuk angiotensin II. Pengawasan hemodinamik invasif pada pasien preeklampsia dapat memberikan informasi tersebut. Bergantung dari tingkat keparahan penyakit, efek dari terapi sebelumnya, dan faktor lainnya, preeklampsia dapat mengakibatkan cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang rendah, atau cardiac output yang rendah dan resistensi vaskuler sistemik yang meningkat, atau cardiac output yang tinggi dan resistensi vaskuler sistemik yang tinggi. Adanya perbedaan manifestasi ini menegaskan kembali kompleksitas dari penyakit ini.
Paru-paru
Perubahan pada tekanan onkotik-koloid, integritas endotel kapiler, dan tekanan hidrostatik intravaskuler pada pasien preeklampsia meningkatkan resiko edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan preeklampsia superimposed dengan hipertensi kronik, keberadaan penyakit jantung hipertensif dapat memperburuk keadaan, edema pulmoner nonkardiogenik. Pada wanita dengan superimpose preeklampsia pada hipertensi kronis, penyakit jantung hipertensif yang telah ada sebelumnya dapat memperburuk keadaan. Pemberian cairan intravena yang berlebihan dapat meningkatkan resiko edema pulmoner. Pada eklampsia, jejas pulmoner dapat terjadi akibat aspirasi kandungan gaster, menyebabkan pneumonia, pneumonitis, atau sindroma distress pernapasan.
Hepar
Lesi histologis pada hepar ditandai dengan adanya deposisis fibrin sinusoidal pada daerah periportal dengan perdarahan pada wilayah sekitar dan thrombi kapiler portal. Nekrosis sentrilobular dapat terjadi akibat perfusi yang menurun. Peradangan bukan karakteristik. Hematoma subkapsuler dapat terjadi. Pada kasus berat dengan adanya nekrosis hepatoseluler dan DIC, hematoma intrahepatik dapat berlanjut menjadi ruptur hepar. Nyeri pada kuadran atas atau nyeri epigastrik merupakan gejala klasik yang disebabkan oleh adanya regangan pada kapsula Gllison. Peningkatan serum transminase merupakan tanda adanya sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelets)
Ginjal
Perubahan histologis dapat ditemukan pada ginjal seorang wanita dengan preeklampsia. Lesi ginjal dari preeklampsia adalah "glomeruloendotheliosis" yang ditandai oleh adanya pembengkakan dan pembesaran dari kapiler glomerulus, menyebabkan penyempitan lumen kapiler. Terdapat peningkatan sitoplasma yang mengandung vakuola terisi lemak. Sel Mesangial kemungkinan membengkak pula. Immunoglobulins, komplemen, fibrin, and produk degradasi fibrin kemungkinan ditemukan pada glomeruli, akan tetapi keberadaannya tidak ditemukan pada semua wanita dengan preeklampsia
Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat dan eklampsia, melahirkan janin hidup, dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecil mungkin. Pada penanganan preeklampsia, dengan beberapa pengecualian, penyelamatan maternal paling baik dilakukan dengan pengakhiran kehamilan. Akan tetapi pendekatan ini kemungkinan kurang baik untuk janin. Pada kasus prematuritas ekstrim, janin dapat diselamatkan dengan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat maturasi janin. Keputusan untuk mengakhiri kehamilan atau penanganan konvensional didasarkan oleh beberapa faktor yaitu keparahan penyakit, keadaan ibu dan serviks, maturitas dan keadaan janin. Indikasi untuk pengakhiran kehamilan ialah 1) preeklampsia ringan dengan kehamilan lebih dari cukup bulan; 2) preeklampsia dengan hipertensi dan/atau proteinuria menetap selama 10-14 hari, dan janin sudah cukup matur; 3) preeklampsia berat; 4) eklampsia. Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita pre-eklampsia di rumah sakit ialah: 1) tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih; 2) proteinuria 1+ atau lebih; 3) kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang; 4) penambahan edema berlebihan secara tiba-tiba. Perlu diperhatikan bahwa apabila hanya 1 tanda ditemukan, perawatan belum seberapa mendesak, akan tetapi pengawasan ditingkatkan.
Untuk tujuan penatalaksanaan preeklampsia sebaiknya diklasifikasikan menjadi preeklampsia ringan dan berat.
Preeklampsia ringan
Wanita dengan preeklampsia ringan diopname untuk pemeriksaan lebih lanjut dan jika diindikasikan, terminasi kehamilan. Jika preeklampsia dikonfirmasi dan usia kehamilan 40 atau lebih maka diindikasikan untuk persalinan. Pada usia kehamilan 37-40 minggu, maka status servikal dinilai dan jika memungkinkan, induksi persalinan dilakukan. Jika keadaan serviks tidak mendukung, maka pemberian agen pematang serviks dapat digunakan secukupnya. Biasanya wanita dengan pemeriksaan serviks yang sangat tidak memungkinkan pada usia kehamilan 37 hingga 40 minggu dapat ditangani dengan istirahat ditempat tidur, pengawasan janin antepartum, dan pengawasan kondisi maternal yang ketat, termasuk tekanan darah setiap 4-6 jam dan penilaian harian refleks patella, berat badan, proteinuria, dan gejala subjektif. Darah lengkap dan kadar transaminase serum, laktat dehidrogenase, dan asam urat sebaiknya diperiksa setiap minggu atau dua kali seminggu. Persalinan diindikasikan jika keadaan serviks menjadi sangat mendukung, pemeriksaan antepartum abnormal, atau usia kehamilan diatas 40 minggu, atau adanya tanda preeklampsia yang memburuk.
Wanita dengan preeklampsia ringan dengan usia kehamilan dibawah 37 minggu, sebaiknya dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, pemeriksaan antepartum dua kali seminggu, dan evaluasi maternal yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemberian kortikosteroid dimulai jika usia kehamilan dibawah 34 minggu, amniosentesis dilakukan untuk menilai maturitas pulmoner janin. Ketika penanganan telah dilakukan, maka pertumbuhan janin dapat dinilai tiap 3-4 minggu. Kemungkinan, penanganan rawat jalan memungkinkan pada pasien asimptomatik dengan proteinuria minimal dan pemeriksaan laboratorium lainnya yang normal..Adanya tanda memburuknya preeklampsia merupakan indikasi rawat inap dan pertimbangan terminasi.
Pada ummnya pemberian diuretika dan antihipertensi pada preeklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan juga tidak memerbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala preeklampsia berat.
Penanganan Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat diharuskan untuk dirawat inap. Persalinan diindikasikan jika usia kehamilan diatas 34 minggu, status pulmoner janin yang matang, atau adanya tanda perburukan keadaan janin atau maternal. Pengendalian tekanan darah dapat diatasi dengan pemberian nifedipin, labetalol, atau hidralazine. Tujuan terapi antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik <>30cc/jam) , refleks patella positif, kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit, dan ketersediaan antidotum kalsium glukonas. Ketika magnesium sulfat diberikan, maka keadaan janin harus dimonitor terus menerus, dan agen antihipertensi kemungkinan dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah sistolik
Penanganan Intrapartum untuk Preeklampsia
Pada wanita dengan preeklampsia tanpa kontraindikasi persalinan, maka persalinan per vaginam merupakan pendekatan yang dianjurkan. Agen pematangan serviks dan oxytocin dapat digunakan jika dibutuhkan. Selama persalinan, magnesium sulfat diberikan sebagai profilaksis kejang dengan loading dose IV 4-6g selama 20-60 menit, diikuti dengan maintenance dose 1-2 g/jam. Jumlah urin dan kadar kreatinin serum dimonitor. Refleks patella dan pernapasan sebaiknya sering dinilai. Kalsium glukonas sebaiknya selalu tersedia untuk mengantisipasi hipermagnesia. Untuk mencegah edema pulmoner, cairan intravena sebaiknya tidak lebih dari 100 mL/jam.
Wanita dengan preeklampsia ringan diopname untuk pemeriksaan lebih lanjut dan jika diindikasikan, terminasi kehamilan. Jika preeklampsia dikonfirmasi dan usia kehamilan 40 atau lebih maka diindikasikan untuk persalinan. Pada usia kehamilan 37-40 minggu, maka status servikal dinilai dan jika memungkinkan, induksi persalinan dilakukan. Jika keadaan serviks tidak mendukung, maka pemberian agen pematang serviks dapat digunakan secukupnya. Biasanya wanita dengan pemeriksaan serviks yang sangat tidak memungkinkan pada usia kehamilan 37 hingga 40 minggu dapat ditangani dengan istirahat ditempat tidur, pengawasan janin antepartum, dan pengawasan kondisi maternal yang ketat, termasuk tekanan darah setiap 4-6 jam dan penilaian harian refleks patella, berat badan, proteinuria, dan gejala subjektif. Darah lengkap dan kadar transaminase serum, laktat dehidrogenase, dan asam urat sebaiknya diperiksa setiap minggu atau dua kali seminggu. Persalinan diindikasikan jika keadaan serviks menjadi sangat mendukung, pemeriksaan antepartum abnormal, atau usia kehamilan diatas 40 minggu, atau adanya tanda preeklampsia yang memburuk.
Wanita dengan preeklampsia ringan dengan usia kehamilan dibawah 37 minggu, sebaiknya dianjurkan untuk istirahat di tempat tidur, pemeriksaan antepartum dua kali seminggu, dan evaluasi maternal yang telah dijelaskan sebelumnya. Pemberian kortikosteroid dimulai jika usia kehamilan dibawah 34 minggu, amniosentesis dilakukan untuk menilai maturitas pulmoner janin. Ketika penanganan telah dilakukan, maka pertumbuhan janin dapat dinilai tiap 3-4 minggu. Kemungkinan, penanganan rawat jalan memungkinkan pada pasien asimptomatik dengan proteinuria minimal dan pemeriksaan laboratorium lainnya yang normal..Adanya tanda memburuknya preeklampsia merupakan indikasi rawat inap dan pertimbangan terminasi.
Pada ummnya pemberian diuretika dan antihipertensi pada preeklampsia ringan tidak dianjurkan karena obat-obat tersebut tidak menghentikan proses penyakit dan juga tidak memerbaiki prognosis janin. Selain itu, pemakaian obat-obat tersebut dapat menutupi tanda dan gejala preeklampsia berat.
Penanganan Preeklampsia Berat
Preeklampsia berat diharuskan untuk dirawat inap. Persalinan diindikasikan jika usia kehamilan diatas 34 minggu, status pulmoner janin yang matang, atau adanya tanda perburukan keadaan janin atau maternal. Pengendalian tekanan darah dapat diatasi dengan pemberian nifedipin, labetalol, atau hidralazine. Tujuan terapi antihipertensi adalah untuk mencapai tekanan darah sistolik <>30cc/jam) , refleks patella positif, kecepatan pernapasan lebih dari 16 per menit, dan ketersediaan antidotum kalsium glukonas. Ketika magnesium sulfat diberikan, maka keadaan janin harus dimonitor terus menerus, dan agen antihipertensi kemungkinan dibutuhkan untuk menjaga tekanan darah sistolik
Penanganan Intrapartum untuk Preeklampsia
Pada wanita dengan preeklampsia tanpa kontraindikasi persalinan, maka persalinan per vaginam merupakan pendekatan yang dianjurkan. Agen pematangan serviks dan oxytocin dapat digunakan jika dibutuhkan. Selama persalinan, magnesium sulfat diberikan sebagai profilaksis kejang dengan loading dose IV 4-6g selama 20-60 menit, diikuti dengan maintenance dose 1-2 g/jam. Jumlah urin dan kadar kreatinin serum dimonitor. Refleks patella dan pernapasan sebaiknya sering dinilai. Kalsium glukonas sebaiknya selalu tersedia untuk mengantisipasi hipermagnesia. Untuk mencegah edema pulmoner, cairan intravena sebaiknya tidak lebih dari 100 mL/jam.
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar